STRES
Ø ARTI PENTING STRES
~ Pengertian Stres
Stres dalam arti secara umum adalah perasaan
tertekan, cemas dan tegang. Dalam bahasa sehari – hari stres di kenal sebagai
stimulus atau respon yang menuntut individu untuk melakukan penyesuaian.
Menurut Lazarus & Folkman (1986) stres adalah keadaan internal yang dapat
diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh atau kondisi lingkungan dan sosial
yang di nilai potensial membahayakan, tidak terkendali
atau melebihi kemampuan individu untuk
mengatasinya.
Stres juga adalah suatu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun psikologis
(Chapplin, 1999).
Stres juga diterangkan sebagai suatu istilah yang digunakan dalam ilmu perilaku
dan ilmu alam untuk mengindikasikan situasi atau kondisi fisik, biologis dan
psikologis organisme yang memberikan tekanan kepada organisme itu sehingga ia
berada diatas ambang batas kekuatan adaptifnya (McGrath, dan Wedford dalam
Arend dkk, 1997).
Rice (2002) mengatakan bahwa stres adalah
suatu kejadian atau stimulus lingkungan yang menyebabkan individu merasa
tegang. Atkinson (2000) mengemukakan bahwa stres mengacu pada peristiwa yang
dirasakan membahayakan kesejahteraan fisik dan psikologis seseorang. Situasi
ini disebut sebagai penyebab stres dan reaksi individu terhadap situasi stres
ini sebagai
respon stres. Berdasarkan berbagai penjelasan
diatas dapat disimpulkan bahwa stres merupakan suatu keadaan yang menekan diri
individu. Stres merupakan mekanisme yang kompleks dan menghasilkan respon yang
saling terkait baik fisiologis, psikologis, maupun perilaku pada individu yang
mengalaminya, dimana mekanisme tersebut bersifat individual yang sifatnya
berbeda antara individu yang satu dengan individu yang lain.
~ Efek – Efek Stres
·
Individu
menjadi lebih sensitif dan mudah marah
·
Individu lebih
suka menyendiri
·
Individu
menarik diri dari lingkungan
·
Individu
sering menunda ataupun menghindari pekerjaan/tugas
·
Individu
mengkonsumsi narkoba atau minuman keras.
~ General Adaptation Syndrom dari Hans Selye
Hans Selye
(dalam Sarafino, 2006) mempelajari akibat yang diperoleh bila stressor terus
menerus muncul. Ia mengembangkan istilah General Adaptation Syndrome (GAS)
yang terdiri atas rangkaian tahapan reaksi fisiologis terhadap stressor yaitu:
1. Fase reaksi yang mengejutkan ( alarm
reaction )
Pada fase ini
individu secara fisiologis merasakan adanya ketidakberesan seperti jantungnya berdegup, keluar keringat dingin,
muka pucat, leher tegang, nadi bergerak cepat dan sebagainya. Fase ini merupakan
pertanda awal orang terkena stres.
2. Fase perlawanan (Stage of Resistence )
Pada fase ini
tubuh membuat mekanisme perlawanan pada stres, sebab pada tingkat tertentu,
stres akan membahayakan. Tubuh dapat mengalami disfungsi, bila stres dibiarkan
berlarut-larut. Selama masa perlawanan tersebut, tubuh harus cukup tersuplai
oleh gizi yang seimbang, karena tubuh sedang melakukan kerja keras.
3. Fase Keletihan ( Stage of Exhaustion )
Fase disaat orang
sudah tak mampu lagi melakukan perlawanan. Akibat yang parah bila seseorang
sampai pada fase ini adalah penyakit yang dapat menyerang bagian – bagian tubuh
yang lemah.
~ Faktor Individual dan Sosial (penyebab stres)
Stressor
adalah faktor-faktor dalam kehidupan manusia yang mengakibatkan terjadinya
respon stres. Stressor dapat berasal dari berbagai sumber, baik dari kondisi
fisik, psikologis, maupun sosial dan juga muncul pada situasi kerja, dirumah,
dalam kehidupan sosial, dan lingkungan luar lainnya. Istilah stressor diperkenalkan
pertama kali oleh Selye (dalam Rice, 2002). Menurut Lazarus & Folkman
(1986) stressor dapat berwujud atau berbentuk fisik (seperti polusi udara)
dan dapat juga berkaitan dengan lingkungan sosial (seperti interaksi sosial).
Pikiran dan perasaan individu sendiri yang dianggap sebagai suatu ancaman baik
yang nyata maupun imajinasi dapat juga menjadi stressor. Menurut Lazarus &
Cohen (1977), tiga tipe kejadian yang dapat menyebabkan stres yaitu:
a. Daily hassles yaitu kejadian kecil
yang terjadi berulang-ulang setiap hari seperti masalah kerja di kantor,
sekolah dan sebagainya.
b. Personal stressor yaitu ancaman atau
gangguan yang lebih kuat atau kehilangan besar terhadap sesuatu yang terjadi
pada level individual seperti kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan,
masalah keuangan dan masalah pribadi lainnya.
Ditambahkan Freese Gibson (dalam
Rachmaningrum, 1999) umur adalah salah satu faktor penting yang menjadi
penyebab stres, semakin bertambah umur seseorang, semakin mudah mengalami
stres. Hal ini antara lain disebabkan oleh faktor fisiologis yang telah
mengalami kemunduran dalam berbagai kemampuan seperti kemampuan visual,
berpikir, mengingat dan mendengar. Pengalaman kerja juga mempengaruhi munculnya
stres kerja. Individu yang memiliki pengalaman kerja lebih lama, cenderung
lebih rentan terhadap tekanan-tekanan dalam pekerjaan, daripada individu dengan
sedikit pengalaman (Koch & Dipboye, dalam Rachmaningrum,1999). Selanjutnya
masih ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat stres, yaitu
kondisi fisik, ada tidaknya dukungan sosial, harga diri, gaya hidup dan juga
tipe kepribadian tertentu (Dipboye, Gibsin, Riggio dalam Rachmaningrum, 1999).
Penilaian terhadap suatu keadaan yang dapat
menyebabkan stres disebut stress appraisals. Menilai suatu keadaan yang
dapat mengakibatkan stress tergantung dari 2 faktor, yaitu faktor yang
berhubungan dengan orangnya (Personal factors) dan faktor yang
berhubungan dengan situasinya. Personal factors didalamnya termasuk
intelektual, motivasi, dan personality characteristics. Sedangkan
faktor situasi yang ,mempengaruhi stress appraisals, yaitu:
a. Kejadian yang melibatkan tuntutan yang
sangat tinggi dan mendesak sehingga menyebabkan ketidaknyamanan
b. Life transitions, dimana kehidupan
mempunyai banyak kejadian penting yang menandakan berlalunya perubahan dari
kondisi atau fase yang satu ke yang lain, dan menghasilkan perubahan
substansial dan tuntutan yang baru dalam kehidupan kita.
c. Timing juga berpengaruh terhadap
kejadian-kejadian dalam kehidupan kita, dimana apabila kita sudah merencanakan
sesuatu yang besar dalam kehidupan kita dan timing-nya meleset dari
rencana semula, juga dapat menimbulkan stres.
d. Ambiguity, yaitu ketidakjelasan akan
situasi yang terjadi
e. Desirability, ada beberapa kejadian
yang terjadi diluar dugaan kita
f. Controllability,
yaitu apakah seseorang mempunyai kemampuan untuk merubah atau menghilangkan
stressor. Seseorang cenderung menilai suatu situasi yang tidak
terkontrol sebagai suatu keadaan yang lebih stressful, daripada situasi
yang terkontrol.
Ancaman merupakan konsep kunci dalam memahami
stress. Lazarus (1986) mengungkapkan bahwa individu yang tidak akan merasakan
suatu kejadian sebagai suatu gangguan bila stressor tersebut diinterpretasikan
sebagai hal yang wajar. Ancaman adalah suatu penilaian subjektif dari pengaruh
negatif yang potensial dari stressor. Transactions yang mengarah pada
kondisi stres umumnya melibatkan proses assesment yang disebut sebagai cognitive
appraisals (Lazarus & Folkman, 1986). Cognitive appraisals adalah
suatu proses mental, dimana ada dua factor yang dinilai oleh seseorang: (1)
apakah sebuah tuntutan mengancam kesejahteraannya dan (2) resources yang
tersedia untuk memenuhi tuntutan
tersebut. Menurut Lazarus (1986) ada dua macam
penilaian yang dilakukan individu
untuk menilai apakah suatu kejadian yang dapat
atau tidak menimbulkan stress
bagi individu, yaitu:
a. Primary appraisals yaitu penilaian
pada waktu kita mendeteksi suatu kejadian yang potensial untuk menyebabkan
stress. Peristiwa yang diterima sebagai keadaan stress selanjutnya akan dinilai
menjadi 3 akibat yaitu harmloss (tidak berbahaya), threat (ancaman)
dan challenge (tantangan).
b. Secondary appraisals mengarah pada resources
yang tersedia pada diri kita atau yang kita miliki untuk menanggulangi
stres.
Ø TIPE STRES PSIKOLOGIS
1.
Tekanan
Tekanan
bisa timbul dari dalam dan luar diri kita,terkadang tekanan lebih sering timbul
dari luar diri kita yaitu semisal dari lingkungan. Baiknya apabila merasa sudah
dalam keadaan tertekan kita harus bisa mengutarakannya agar kita bisa terhindar
dari keadaan stress tersebut.
2.
Frustasi
Situasi
ini timbul karena suatu kejadian hal yang tidak mengenakan,semisal kita sudah
berusaha belajar dengan baik dengan harapan mendapatkan reward (nilai) yang
baik atau sesuai dengan usaha yang kita lakukan,tapi pada kenyataannya nilai
yang kita dapat malah buruk,itu mengakibatkan diri seseorang frustasi,
terkadang menjurus ke perasaan putus asa.
3.
Konflik
Konflik
ini bisa timbul di karenakan dua belah pihak mempunyai satu tujuan hanya
jalannya berbeda,ini mengakibatkan seseorang terjebak dalam sebuah konflik dan
pastinya hal ini akan membuat seseorang stress. Karena tidak semua orang bisa
menghadapi konflik yang iya terima,terkadang membutuhkan pihak ke 3 untuk
menyelesaikan konflik yang mereka alami.
4.
Kecemasan
Kecemasan
ini terjadi karena tingkat panik yang berlebihan dan tak bisa mengontrol
paniknya itu,dan dia tidak bisa menghadapi keadaan di sekitarnya.
Ø SYMPTON – REDUCING RESPONSE TERHADAP STRES
~ Penjelasan Sympton – Reducing Response Terhadap Stres
Menurut Lazarus (dalam Santrock, 2003
: 566) penanganan stres atau coping terdiri dari dua bentuk, yaitu :
- Coping yang berfokus pada masalah (problem-focused coping) adalah istilah
Lazarus untuk strategi kognitif untuk penanganan stres atau coping yang
digunakan oleh individu yang menghadapi masalahnya dan berusaha
menyelesaikannya.
- Coping yang berfokus pada emosi (problem-focused coping)adalah istilah
Lazarus untuk strategi penanganan stres dimana individu memberikan respon
terhadap situasi stres dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan
penilaian defensif.
~ Mekanisme pertahanan diri
Freud menggunakan istilah mekanisme
pertahanan diri (defence mechanism) untuk menunjukkan proses tak sadar
yang melindungi si individu dari kecemasan melalui pemutarbalikan kenyataan.
Pada dasarnya strategi-strategi ini tidak mengubah kondisi objektif bahaya dan
hanya mengubah cara individu mempersepsi atau memikirkan masalah itu. Jadi,
mekanisme pertahanan diri melibatkan unsur penipuan diri.
Istilah mekanisme
bukan merupakan istilah yang paling tepat karena menyangkut semacam peralatan
mekanik. Istilah tersebut mungkin karena Freud banyak dipengaruhi oleh
kecenderungan abad ke-19 yang memandang manusia sebagai mesin yang rumit.
Sebenarnya, kita akan membicarakan strategi yang dipelajari individu untuk
meminimalkan kecemasan dalam situasi yang tidak dapat mereka tanggulangi secara
efektif. Tetapi karena “mekanisme pertahanan diri” masih merupakan istilah
terapan yang paling umum maka istilah ini masih akan tetap digunakan.
Berikut ini beberapa
mekanisme pertahanan diri yang biasa terjadi dan dilakukan oleh sebagian besar
individu, terutama para remaja yang sedang mengalami pergulatan yang dasyat
dalam perkembangannya ke arah kedewasaan. Dari mekanisme pertahanan diri
berikut, diantaranya dikemukakan oleh Freud, tetapi beberapa yang lain
merupakan hasil pengembangan ahli psikoanalisis lainnya.
Represi
Represi didefinisikan
sebagai upaya individu untuk menyingkirkan frustrasi, konflik batin, mimpi
buruk, krisis keuangan dan sejenisnya yang menimbulkan kecemasan. Bila represi
terjadi, hal-hal yang mencemaskan itu tidak akan memasuki kesadaran walaupun
masih tetap ada pengaruhnya terhadap perilaku. Jenis-jenis amnesia
tertentu dapat dipandang sebagai bukti akan adanya represi. Tetapi represi juga
dapat terjadi dalam situasi yang tidak terlalu menekan. Bahwa individu
merepresikan mimpinya, karena mereka membuat keinginan tidak sadar yang
menimbulkan kecemasan dalam dirinya. Sudah menjadi umum banyak individu pada
dasarnya menekankan aspek positif dari kehidupannya. Beberapa bukti, misalnya:
1. Individu cenderung untuk tidak
berlama-lama untuk mengenali sesuatu yang tidak menyenangkan, dibandingkan
dengan hal-hal yang menyenangkan,
2. Berusaha
sedapat mungkin untuk tidak melihat gambar kejadian yang menyesakkan dada,
3. Lebih sering
mengkomunikasikan berita baik daripada berita buruk,
4. Lebih mudah mengingat hal-hal positif daripada yang
negatif,
5. Lebih sering menekankan pada kejadian yang
membahagiakan dan enggan menekankan yang tidak membahagiakan.
Supresi
Supresi merupakan suatu proses pengendalian diri yang terang-terangan
ditujukan menjaga agar impuls-impuls dan dorongan-dorongan yang ada tetap
terjaga (mungkin dengan cara menahan perasaan itu secara pribadi tetapi
mengingkarinya secara umum). Individu sewaktu-waktu mengesampingkan
ingatan-ingatan yang menyakitkan agar dapat menitik beratkan kepada tugas, ia
sadar akan pikiran-pikiran yang ditindas (supresi) tetapi umumnya tidak
menyadari akan dorongan-dorongan atau ingatan yang ditekan (represi).
Reaction Formation (Pembentukan
Reaksi)
Individu
dikatakan mengadakan pembentukan reaksi adalah ketika dia berusaha
menyembunyikan motif dan perasaan yang sesungguhnya (mungkin dengan cara
represi atau supresi), dan menampilkan ekspresi wajah yang berlawanan dengan
yang sebetulnya. Dengan cara ini individu tersebut dapat menghindarkan diri
dari kecemasan yang disebabkan oleh keharusan untuk menghadapi ciri-ciri
pribadi yang tidak menyenangkan. Kebencian, misalnya tak jarang dibuat samar
dengan menampilkan sikap dan tindakan yang penuh kasih sayang, atau dorongan
seksual yang besar dibuat samar dengan sikap sok suci, dan permusuhan ditutupi
dengan tindak kebaikan.
Fiksasi
Dalam menghadapi kehidupannya individu dihadapkan pada suatu situasi
menekan yang membuatnya frustrasi dan mengalami kecemasan, sehingga membuat
individu tersebut merasa tidak sanggup lagi untuk menghadapinya dan membuat
perkembangan normalnya terhenti untuk sementara atau selamanya. Dengan kata
lain, individu menjadi terfiksasi pada satu tahap perkembangan karena tahap
berikutnya penuh dengan kecemasan. Individu yang sangat tergantung dengan
individu lain merupakan salah satu contoh pertahan diri dengan fiksasi,
kecemasan menghalanginya untuk menjadi mandiri. Pada remaja dimana terjadi
perubahan yang drastis seringkali dihadapkan untuk melakukan mekanisme ini.
Regresi
Regresi merupakan respon yang umum bagi individu bila berada dalam situasi
frustrasi, setidak-tidaknya pada anak-anak. Ini dapat pula terjadi bila
individu yang menghadapi tekanan kembali lagi kepada metode perilaku yang khas
bagi individu yang berusia lebih muda. Ia memberikan respons seperti individu
dengan usia yang lebih muda (anak kecil). Misalnya anak yang baru memperoleh
adik,akan memperlihatkan respons mengompol atau menghisap jempol tangannya,
padahal perilaku demikian sudah lama tidak pernah lagi dilakukannya. Regresi
barangkali terjadi karena kelahiran adiknnya dianggap sebagai sebagai krisis
bagi dirinya sendiri. Dengan regresi (mundur) ini individu dapat lari dari
keadaan yang tidak menyenangkan dan kembali lagi pada keadaan sebelumnya yang
dirasakannya penuh dengan kasih sayang dan rasa aman, atau individu menggunakan
strategi regresi karena belum pernah belajar respons-respons yang lebih efektif
terhadap problem tersebut atau dia sedang mencoba mencari perhatian.
Menarik Diri
Reaksi ini merupakan
respon yang umum dalam mengambil sikap. Bila individu menarik diri, dia memilih
untuk tidak mengambil tindakan apapun. Biasanya respons ini disertai dengan
depresi dan sikap apatis.
Mengelak
Bila individu merasa
diliputi oleh stres yang lama, kuat dan terus menerus, individu cenderung untuk
mencoba mengelak. Bisa saja secara fisik mereka mengelak atau mereka akan
menggunakan metode yang tidak langsung.
Denial (Menyangkal Kenyataan)
Bila individu menyangkal kenyataan, maka dia menganggap tidak ada atau
menolak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan (sebenarnya mereka sadari
sepenuhnya) dengan maksud untuk melindungi dirinya sendiri. Penyangkalan
kenyataan juga mengandung unsur penipuan diri.
Fantasi
Dengan berfantasi pada apa yang mungkin menimpa dirinya, individu sering
merasa mencapai tujuan dan dapat menghindari dirinya dari peristiwa-peristiwa
yang tidak menyenangkan, yang dapat menimbulkan kecemasan dan yang
mengakibatkan frustrasi. Individu yang seringkali melamun terlalu banyak
kadang-kadang menemukan bahwa kreasi lamunannya itu lebih menarik dari pada
kenyataan yang sesungguhnya. Tetapi bila fantasi ini dilakukan secara
proporsional dan dalam pengendalian kesadaraan yang baik, maka fantasi terlihat
menjadi cara sehat untuk mengatasi stres, dengan begitu dengan berfantasi
tampaknya menjadi strategi yang cukup membantu.
Rasionalisasi
Rasionalisasi sering dimaksudkan sebagai usaha individu untuk mencari-cari
alasan yang dapat diterima secara sosial untuk membenarkan atau menyembunyikan
perilakunya yang buruk. Rasionalisasi juga muncul ketika individu menipu
dirinya sendiri dengan berpura-pura menganggap yang buruk adalah baik, atau
yang baik adalah yang buruk.
Intelektualisasi
Apabila individu menggunakan teknik intelektualisasi, maka dia menghadapi
situasi yang seharusnya menimbulkan perasaan yang amat menekan dengan cara
analitik, intelektual dan sedikit menjauh dari persoalan. Dengan kata lain,
bila individu menghadapi situasi yang menjadi masalah, maka situasi itu akan
dipelajarinya atau merasa ingin tahu apa tujuan sebenarnya supaya tidak terlalu
terlibat dengan persoalan tersebut secara emosional. Dengan intelektualisasi,
manusia dapat sedikit mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak menyenangkan
bagi dirinya, dan memberikan kesempatan pada dirinya untuk meninjau permasalah
secara obyektif.
Proyeksi
Individu yang menggunakan teknik proyeksi ini, biasanya sangat cepat dalam
memperlihatkan ciri pribadi individu lain yang tidak dia sukai dan apa yang dia
perhatikan itu akan cenderung dibesar-besarkan. Teknik ini mungkin dapat
digunakan untuk mengurangi kecemasan karena dia harus menerima kenyataan akan
keburukan dirinya sendiri. Dalam hal ini, represi atau supresi sering kali
dipergunakan pula.
~ Strategi coping untuk mengatasi stres
Individu dari semua umur mengalami stres dan
mencoba untuk mengatasinya. Karena ketegangan fisik dan emosional yang
menyertai stres menimbulkan ketidaknyaman, seseorang menjadi termotivasi untuk
melakukan sesuatu untuk mengurangi stres. Hal-hal yang dilakukan bagian dari coping
(dalam Jusung, 2006). Menurut Colman (2001) coping adalah proses dimana
seseorang mencoba untuk mengatur perbedaan yang diterima antara demands dan
resources yang dinilai dalam suatu keadaan yang stressful. Lazarus
& Folkman (1986) mendefenisikan coping sebagai segala usaha untuk mengurangi
stres, yang merupakan proses pengaturan atau tuntutan (eksternal maupun
internal) yang dinilai sebagai beban yang melampaui kemampuan
seseorang.
Sarafino (2006) menambahkan bahwa coping adalah proses dimana individu
melakukan usaha untuk mengatur (management) situasi yang dipersepsikan
adanya kesenjangan antara usaha (demands) dan kemampuan (resources)
yang dinilai sebagai penyebab munculnya situasi stres. Menurut Sarafino (2006)
usaha coping sangat bervariasi dan tidak selalu dapat membawa pada solusi dari
suatu masalah yang menimbulkan situasi stres.
Individu
melakukan proses coping terhadap stres melalui proses transaksi dengan lingkungan,
secara perilaku dan kognitif.
Fungsi Coping
Proses coping terhadap
stres memiliki 2 fungsi utama yang terlihat dari bagaimana gaya menghadapi
stres, yaitu :
1.
Emotional-Focused Coping
Coping ini bertujuan untuk melakukan kontrol terhadap
respon emosional terhadap situasi penyebab stres, baik dalam pendekatan secara
behavioral maupun kognitif. Lazarus dan Folkman (1986) mengemukakan bahwa individu
cenderung menggunakan Emotional-Focused Coping ketika individu memiliki
persepsi bahwa stresor yang ada tidak dapat diubah atau diatasi.
2.
Problem-Focused Coping,
Coping ini bertujuan untuk mengurangi dampak dari
situasi stres atau memperbesar sumber daya dan usaha untuk menghadapi stres.
Lazarus dan Folkman (1986) mengemukakan bahwa individu cenderung menggunakan Problem
Focused Coping ketika individu memiliki persepsi bahwa stressor yang ada
dapat diubah.
Metode Coping Stress
Lazarus &
Folkman (1986) mengidentifikasikan berbagai jenis strategi coping, baik
secara problem-focused maupun emotion-focused, antara lain:
1. Planful
problem solving yaitu usaha untuk mengubah situasi, dan menggunakan usaha
untuk memecahkan masalah.
2. Confrontive
coping yaitu menggunakan usaha agresif untuk mengubah situasi, mencari
penyebabnya dan mengalami resiko.
3. Seeking
social support yaitu menggunakan usaha untuk mencari sumber dukungan
informasi, dukungan sosial dan dukungan emosional.
4. Accepting
responsibility yaitu mengakui adanya peran diri sendiri dalam masalah
5. Distancing yaitu
menggunakan usaha untuk melepaskan dirinya, perhatian lebih kepada hal yang
dapat menciptakan suatu pandangan positif.
6. Escape-avoidance
yaitu melakukan tingkah laku untuk lepas atau menghindari.
7. Self-control
yaitu menggunakan usaha untuk mengatur tindakan dan perasaan diri sendiri.
8. Positive
reappraisal yaitu menggunakan usaha untuk menciptakan hal-hal positif
dengan memusatkan pada diri sendiri dan juga menyangkut religiusitas.
Faktor – faktor yang mempengaruhi Coping
Menurut Smet
(1994) faktor-faktor tersebut adalah:
1. Variabel dalam
kondisi individu; mencakup umur, tahap perkembangan, jenis kelamin, temperamen,
faktor genetik, intelegensi, pendidikan, suku, kebudayaan, status ekonomi dan
kondisi fisik. Handayani (dalam Pamangsah, 2000), dalam skripsi kesarjanaannya
menambahkan pula faktor-faktor yang berperan dalam strategi menghadapi masalah,
antara lain: konflik dan stres serta jenis pekerjaan.
2. karakteristik
kepribadian, mencakup introvert-ekstrovert, stabilitas emosi secara umum,
kepribadian “ketabahan” (hardiness), locus of control, kekebalan
dan ketahanan.
3. Variabel
sosial-kognitif, mencakup: dukungan sosial yang dirasakan, jaringan sosial,
kontrol pribadi yang dirasakan.
4. Hubungan
dengan lingkungan sosial, dukungan sosial yang diterima, integrasi dalam
jaringan sosial.
5. Strategi coping,
merupakan cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah dan
menyesuaikan diri dengan perubahan dalam situasi yang tidak menyenangkan.
Ø PENDEKATAN PROBLEM SOLVING TERHADAP STRES
~ Penjelasan Pendekatan Problem Solving Terhadap Stres
Kita mengatasi rasa stress itu dengan
cara kita mencari penyebab stress itu sendiri (stressor) setelah kita tau penyebabnya
kita harusbisa memilih mana jalan keluar terbaik untuk masalah kita,kalo perlu
meminta bantuan orang lain. Misalnya kita baru mengalami putus cinta,lalu kita
merasakan stress dan kita pun tau kalau untuk melanjutkan hubungan tersebut
tidak mungkin lagi,nah darisitu kita bisa mengambil keputusan kalau memang
orang itu bukan yang terbaik untuk kita,apa salahnya kita mencoba dengan orang
baru dalam kehidupan kita. Atau tidak kita cerita kepada semua teman-teman kita
yang bisa di percaya mungkin itu bisa sedikit menenangkan hati kita dan
mengurangi rasa stress kita.
SUMBER :
Lazarus, A. A. (2006). Learning
theory and the treatment of depression. Behavior research and therapy, 6,
83-89.
Atkinson Rita L. dan Hilgard E.R. (1999).
Pengantar Psikologi.
Davidoff
Linda L. (1991). Psikologi - Suatu Pengantar.