Kamis, 25 April 2013

TULISAN 4


STRES
Ø  ARTI PENTING STRES
   ~ Pengertian Stres
          Stres dalam arti secara umum adalah perasaan tertekan, cemas dan tegang. Dalam bahasa sehari – hari stres di kenal sebagai stimulus atau respon yang menuntut individu untuk melakukan penyesuaian. Menurut Lazarus & Folkman (1986) stres adalah keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh atau kondisi lingkungan dan sosial yang di nilai  potensial  membahayakan,  tidak  terkendali  atau melebihi kemampuan individu untuk
mengatasinya. Stres juga adalah suatu keadaan tertekan,  baik  secara  fisik  maupun  psikologis
(Chapplin, 1999). Stres juga diterangkan sebagai suatu istilah yang digunakan dalam ilmu perilaku dan ilmu alam untuk mengindikasikan situasi atau kondisi fisik, biologis dan psikologis organisme yang memberikan tekanan kepada organisme itu sehingga ia berada diatas ambang batas kekuatan adaptifnya (McGrath, dan Wedford dalam Arend dkk, 1997).
Rice (2002) mengatakan bahwa stres adalah suatu kejadian atau stimulus lingkungan yang menyebabkan individu merasa tegang. Atkinson (2000) mengemukakan bahwa stres mengacu pada peristiwa yang dirasakan membahayakan kesejahteraan fisik dan psikologis seseorang. Situasi ini disebut sebagai penyebab stres dan reaksi individu terhadap situasi stres ini sebagai
respon stres. Berdasarkan berbagai penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa stres merupakan suatu keadaan yang menekan diri individu. Stres merupakan mekanisme yang kompleks dan menghasilkan respon yang saling terkait baik fisiologis, psikologis, maupun perilaku pada individu yang mengalaminya, dimana mekanisme tersebut bersifat individual yang sifatnya berbeda antara individu yang satu dengan individu yang lain.

   ~ Efek – Efek Stres
·  Individu menjadi lebih sensitif dan mudah marah
·  Individu lebih suka menyendiri
·  Individu menarik diri dari lingkungan
·  Individu sering menunda ataupun menghindari pekerjaan/tugas
·  Individu mengkonsumsi narkoba atau minuman keras.

   ~ General Adaptation Syndrom dari Hans Selye
          Hans Selye (dalam Sarafino, 2006) mempelajari akibat yang diperoleh bila stressor terus menerus muncul. Ia mengembangkan istilah General Adaptation Syndrome (GAS) yang terdiri atas rangkaian tahapan reaksi fisiologis terhadap stressor yaitu:
1. Fase reaksi yang mengejutkan ( alarm reaction )
Pada fase ini individu secara fisiologis merasakan adanya ketidakberesan seperti  jantungnya berdegup, keluar keringat dingin, muka pucat, leher tegang, nadi bergerak cepat dan  sebagainya. Fase ini merupakan pertanda awal orang terkena stres.
2. Fase perlawanan (Stage of Resistence )
Pada fase ini tubuh membuat mekanisme perlawanan pada stres, sebab pada tingkat tertentu, stres akan membahayakan. Tubuh dapat mengalami disfungsi, bila stres dibiarkan berlarut-larut. Selama masa perlawanan tersebut, tubuh harus cukup tersuplai oleh gizi yang seimbang, karena tubuh sedang melakukan kerja keras.
3. Fase Keletihan ( Stage of Exhaustion )
Fase disaat orang sudah tak mampu lagi melakukan perlawanan. Akibat yang parah bila seseorang sampai pada fase ini adalah penyakit yang dapat menyerang bagian – bagian tubuh yang lemah.

   ~ Faktor Individual dan Sosial (penyebab stres)
          Stressor adalah faktor-faktor dalam kehidupan manusia yang mengakibatkan terjadinya respon stres. Stressor dapat berasal dari berbagai sumber, baik dari kondisi fisik, psikologis, maupun sosial dan juga muncul pada situasi kerja, dirumah, dalam kehidupan sosial, dan lingkungan luar lainnya. Istilah stressor diperkenalkan pertama kali oleh Selye (dalam Rice, 2002). Menurut Lazarus & Folkman (1986) stressor dapat berwujud atau berbentuk fisik (seperti polusi udara) dan dapat juga berkaitan dengan lingkungan sosial (seperti interaksi sosial). Pikiran dan perasaan individu sendiri yang dianggap sebagai suatu ancaman baik yang nyata maupun imajinasi dapat juga menjadi stressor. Menurut Lazarus & Cohen (1977), tiga tipe kejadian yang dapat menyebabkan stres yaitu:
a. Daily hassles yaitu kejadian kecil yang terjadi berulang-ulang setiap hari seperti masalah kerja di kantor, sekolah dan sebagainya.
b. Personal stressor yaitu ancaman atau gangguan yang lebih kuat atau kehilangan besar terhadap sesuatu yang terjadi pada level individual seperti kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, masalah keuangan dan masalah pribadi lainnya.
Ditambahkan Freese Gibson (dalam Rachmaningrum, 1999) umur adalah salah satu faktor penting yang menjadi penyebab stres, semakin bertambah umur seseorang, semakin mudah mengalami stres. Hal ini antara lain disebabkan oleh faktor fisiologis yang telah mengalami kemunduran dalam berbagai kemampuan seperti kemampuan visual, berpikir, mengingat dan mendengar. Pengalaman kerja juga mempengaruhi munculnya stres kerja. Individu yang memiliki pengalaman kerja lebih lama, cenderung lebih rentan terhadap tekanan-tekanan dalam pekerjaan, daripada individu dengan sedikit pengalaman (Koch & Dipboye, dalam Rachmaningrum,1999). Selanjutnya masih ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat stres, yaitu kondisi fisik, ada tidaknya dukungan sosial, harga diri, gaya hidup dan juga tipe kepribadian tertentu (Dipboye, Gibsin, Riggio dalam Rachmaningrum, 1999).
Penilaian terhadap suatu keadaan yang dapat menyebabkan stres disebut stress appraisals. Menilai suatu keadaan yang dapat mengakibatkan stress tergantung dari 2 faktor, yaitu faktor yang berhubungan dengan orangnya (Personal factors) dan faktor yang berhubungan dengan situasinya. Personal factors didalamnya termasuk intelektual, motivasi, dan personality characteristics. Sedangkan faktor situasi yang ,mempengaruhi stress appraisals, yaitu:
a. Kejadian yang melibatkan tuntutan yang sangat tinggi dan mendesak sehingga menyebabkan ketidaknyamanan
b. Life transitions, dimana kehidupan mempunyai banyak kejadian penting yang menandakan berlalunya perubahan dari kondisi atau fase yang satu ke yang lain, dan menghasilkan perubahan substansial dan tuntutan yang baru dalam kehidupan kita.
c. Timing juga berpengaruh terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan kita, dimana apabila kita sudah merencanakan sesuatu yang besar dalam kehidupan kita dan timing-nya meleset dari rencana semula, juga dapat menimbulkan stres.
d. Ambiguity, yaitu ketidakjelasan akan situasi yang terjadi
e. Desirability, ada beberapa kejadian yang terjadi diluar dugaan kita
f.   Controllability, yaitu apakah seseorang mempunyai kemampuan untuk merubah atau menghilangkan stressor. Seseorang cenderung menilai suatu situasi yang tidak terkontrol sebagai suatu keadaan yang lebih stressful, daripada situasi yang terkontrol.
Ancaman merupakan konsep kunci dalam memahami stress. Lazarus (1986) mengungkapkan bahwa individu yang tidak akan merasakan suatu kejadian sebagai suatu gangguan bila stressor tersebut diinterpretasikan sebagai hal yang wajar. Ancaman adalah suatu penilaian subjektif dari pengaruh negatif yang potensial dari stressor. Transactions yang mengarah pada kondisi stres umumnya melibatkan proses assesment yang disebut sebagai cognitive appraisals (Lazarus & Folkman, 1986). Cognitive appraisals adalah suatu proses mental, dimana ada dua factor yang dinilai oleh seseorang: (1) apakah sebuah tuntutan mengancam kesejahteraannya dan (2) resources yang tersedia untuk memenuhi tuntutan
tersebut. Menurut Lazarus (1986) ada dua macam penilaian yang dilakukan individu
untuk menilai apakah suatu kejadian yang dapat atau tidak menimbulkan stress
bagi individu, yaitu:
a. Primary appraisals yaitu penilaian pada waktu kita mendeteksi suatu kejadian yang potensial untuk menyebabkan stress. Peristiwa yang diterima sebagai keadaan stress selanjutnya akan dinilai menjadi 3 akibat yaitu harmloss (tidak berbahaya), threat (ancaman) dan challenge (tantangan).
b. Secondary appraisals mengarah pada resources yang tersedia pada diri kita atau yang kita miliki untuk menanggulangi stres.

Ø  TIPE STRES PSIKOLOGIS
1.     Tekanan
Tekanan bisa timbul dari dalam dan luar diri kita,terkadang tekanan lebih sering timbul dari luar diri kita yaitu semisal dari lingkungan. Baiknya apabila merasa sudah dalam keadaan tertekan kita harus bisa mengutarakannya agar kita bisa terhindar dari keadaan stress tersebut.

2.     Frustasi
Situasi ini timbul karena suatu kejadian hal yang tidak mengenakan,semisal kita sudah berusaha belajar dengan baik dengan harapan mendapatkan reward (nilai) yang baik atau sesuai dengan usaha yang kita lakukan,tapi pada kenyataannya nilai yang kita dapat malah buruk,itu mengakibatkan diri seseorang frustasi, terkadang menjurus ke perasaan putus asa.

3.     Konflik
Konflik ini bisa timbul di karenakan dua belah pihak mempunyai satu tujuan hanya jalannya berbeda,ini mengakibatkan seseorang terjebak dalam sebuah konflik dan pastinya hal ini akan membuat seseorang stress. Karena tidak semua orang bisa menghadapi konflik yang iya terima,terkadang membutuhkan pihak ke 3 untuk menyelesaikan konflik yang mereka alami.

4.     Kecemasan
Kecemasan ini terjadi karena tingkat panik yang berlebihan dan tak bisa mengontrol paniknya itu,dan dia tidak bisa menghadapi keadaan di sekitarnya.

Ø  SYMPTON – REDUCING RESPONSE TERHADAP STRES
   ~ Penjelasan Sympton – Reducing Response Terhadap Stres
            Menurut Lazarus (dalam Santrock, 2003 : 566) penanganan stres atau coping terdiri dari dua bentuk, yaitu :

- Coping yang berfokus pada masalah (problem-focused coping) adalah istilah Lazarus untuk strategi kognitif untuk penanganan stres atau coping yang digunakan oleh individu yang menghadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya.

- Coping yang berfokus pada emosi (problem-focused coping)adalah istilah Lazarus untuk strategi penanganan stres dimana individu memberikan respon terhadap situasi stres dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penilaian defensif.
                                                                  
   ~ Mekanisme pertahanan diri
            Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan diri (defence mechanism) untuk menunjukkan proses tak sadar yang melindungi si individu dari kecemasan melalui pemutarbalikan kenyataan. Pada dasarnya strategi-strategi ini tidak mengubah kondisi objektif bahaya dan hanya mengubah cara individu mempersepsi atau memikirkan masalah itu. Jadi, mekanisme pertahanan diri melibatkan unsur penipuan diri.
Istilah mekanisme bukan merupakan istilah yang paling tepat karena menyangkut semacam peralatan mekanik. Istilah tersebut mungkin karena Freud banyak dipengaruhi oleh kecenderungan abad ke-19 yang memandang manusia sebagai mesin yang rumit. Sebenarnya, kita akan membicarakan strategi yang dipelajari individu untuk meminimalkan kecemasan dalam situasi yang tidak dapat mereka tanggulangi secara efektif. Tetapi karena “mekanisme pertahanan diri” masih merupakan istilah terapan yang paling umum maka istilah ini masih akan tetap digunakan.
Berikut ini beberapa mekanisme pertahanan diri yang biasa terjadi dan dilakukan oleh sebagian besar individu, terutama para remaja yang sedang mengalami pergulatan yang dasyat dalam perkembangannya ke arah kedewasaan. Dari mekanisme pertahanan diri berikut, diantaranya dikemukakan oleh Freud, tetapi beberapa yang lain merupakan hasil pengembangan ahli psikoanalisis lainnya.
   Represi
Represi didefinisikan sebagai upaya individu untuk menyingkirkan frustrasi, konflik batin, mimpi buruk, krisis keuangan dan sejenisnya yang menimbulkan kecemasan. Bila represi terjadi, hal-hal yang mencemaskan itu tidak akan memasuki kesadaran walaupun masih tetap ada pengaruhnya terhadap perilaku. Jenis-jenis amnesia tertentu dapat dipandang sebagai bukti akan adanya represi. Tetapi represi juga dapat terjadi dalam situasi yang tidak terlalu menekan. Bahwa individu merepresikan mimpinya, karena mereka membuat keinginan tidak sadar yang menimbulkan kecemasan dalam dirinya. Sudah menjadi umum banyak individu pada dasarnya menekankan aspek positif dari kehidupannya. Beberapa bukti, misalnya:
1.  Individu cenderung untuk tidak berlama-lama untuk mengenali sesuatu yang tidak menyenangkan, dibandingkan dengan hal-hal yang menyenangkan,
2. Berusaha sedapat mungkin untuk tidak melihat gambar kejadian yang menyesakkan dada,
  3. Lebih sering mengkomunikasikan berita baik daripada berita buruk,
  4. Lebih mudah mengingat hal-hal positif daripada yang negatif,
5.  Lebih sering menekankan pada kejadian yang membahagiakan dan enggan menekankan yang tidak membahagiakan.

Supresi
Supresi merupakan suatu proses pengendalian diri yang terang-terangan ditujukan menjaga agar impuls-impuls dan dorongan-dorongan yang ada tetap terjaga (mungkin dengan cara menahan perasaan itu secara pribadi tetapi mengingkarinya secara umum). Individu sewaktu-waktu mengesampingkan ingatan-ingatan yang menyakitkan agar dapat menitik beratkan kepada tugas, ia sadar akan pikiran-pikiran yang ditindas (supresi) tetapi umumnya tidak menyadari akan dorongan-dorongan atau ingatan yang ditekan (represi).
 
  Reaction Formation (Pembentukan Reaksi)
                      Individu dikatakan mengadakan pembentukan reaksi adalah ketika dia berusaha menyembunyikan motif dan perasaan yang sesungguhnya (mungkin dengan cara represi atau supresi), dan menampilkan ekspresi wajah yang berlawanan dengan yang sebetulnya. Dengan cara ini individu tersebut dapat menghindarkan diri dari kecemasan yang disebabkan oleh keharusan untuk menghadapi ciri-ciri pribadi yang tidak menyenangkan. Kebencian, misalnya tak jarang dibuat samar dengan menampilkan sikap dan tindakan yang penuh kasih sayang, atau dorongan seksual yang besar dibuat samar dengan sikap sok suci, dan permusuhan ditutupi dengan tindak kebaikan.

  Fiksasi
Dalam menghadapi kehidupannya individu dihadapkan pada suatu situasi menekan yang membuatnya frustrasi dan mengalami kecemasan, sehingga membuat individu tersebut merasa tidak sanggup lagi untuk menghadapinya dan membuat perkembangan normalnya terhenti untuk sementara atau selamanya. Dengan kata lain, individu menjadi terfiksasi pada satu tahap perkembangan karena tahap berikutnya penuh dengan kecemasan. Individu yang sangat tergantung dengan individu lain merupakan salah satu contoh pertahan diri dengan fiksasi, kecemasan menghalanginya untuk menjadi mandiri. Pada remaja dimana terjadi perubahan yang drastis seringkali dihadapkan untuk melakukan mekanisme ini.


Regresi
Regresi merupakan respon yang umum bagi individu bila berada dalam situasi frustrasi, setidak-tidaknya pada anak-anak. Ini dapat pula terjadi bila individu yang menghadapi tekanan kembali lagi kepada metode perilaku yang khas bagi individu yang berusia lebih muda. Ia memberikan respons seperti individu dengan usia yang lebih muda (anak kecil). Misalnya anak yang baru memperoleh adik,akan memperlihatkan respons mengompol atau menghisap jempol tangannya, padahal perilaku demikian sudah lama tidak pernah lagi dilakukannya. Regresi barangkali terjadi karena kelahiran adiknnya dianggap sebagai sebagai krisis bagi dirinya sendiri. Dengan regresi (mundur) ini individu dapat lari dari keadaan yang tidak menyenangkan dan kembali lagi pada keadaan sebelumnya yang dirasakannya penuh dengan kasih sayang dan rasa aman, atau individu menggunakan strategi regresi karena belum pernah belajar respons-respons yang lebih efektif terhadap problem tersebut atau dia sedang mencoba mencari perhatian.
Menarik Diri
Reaksi ini merupakan respon yang umum dalam mengambil sikap. Bila individu menarik diri, dia memilih untuk tidak mengambil tindakan apapun. Biasanya respons ini disertai dengan depresi dan sikap apatis.
Mengelak
Bila individu merasa diliputi oleh stres yang lama, kuat dan terus menerus, individu cenderung untuk mencoba mengelak. Bisa saja secara fisik mereka mengelak atau mereka akan menggunakan metode yang tidak langsung.
Denial (Menyangkal Kenyataan)
Bila individu menyangkal kenyataan, maka dia menganggap tidak ada atau menolak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan (sebenarnya mereka sadari sepenuhnya) dengan maksud untuk melindungi dirinya sendiri. Penyangkalan kenyataan juga mengandung unsur penipuan diri.


Fantasi
Dengan berfantasi pada apa yang mungkin menimpa dirinya, individu sering merasa mencapai tujuan dan dapat menghindari dirinya dari peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan, yang dapat menimbulkan kecemasan dan yang mengakibatkan frustrasi. Individu yang seringkali melamun terlalu banyak kadang-kadang menemukan bahwa kreasi lamunannya itu lebih menarik dari pada kenyataan yang sesungguhnya. Tetapi bila fantasi ini dilakukan secara proporsional dan dalam pengendalian kesadaraan yang baik, maka fantasi terlihat menjadi cara sehat untuk mengatasi stres, dengan begitu dengan berfantasi tampaknya menjadi strategi yang cukup membantu.

Rasionalisasi
Rasionalisasi sering dimaksudkan sebagai usaha individu untuk mencari-cari alasan yang dapat diterima secara sosial untuk membenarkan atau menyembunyikan perilakunya yang buruk. Rasionalisasi juga muncul ketika individu menipu dirinya sendiri dengan berpura-pura menganggap yang buruk adalah baik, atau yang baik adalah yang buruk.

Intelektualisasi
Apabila individu menggunakan teknik intelektualisasi, maka dia menghadapi situasi yang seharusnya menimbulkan perasaan yang amat menekan dengan cara analitik, intelektual dan sedikit menjauh dari persoalan. Dengan kata lain, bila individu menghadapi situasi yang menjadi masalah, maka situasi itu akan dipelajarinya atau merasa ingin tahu apa tujuan sebenarnya supaya tidak terlalu terlibat dengan persoalan tersebut secara emosional. Dengan intelektualisasi, manusia dapat sedikit mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak menyenangkan bagi dirinya, dan memberikan kesempatan pada dirinya untuk meninjau permasalah secara obyektif.

Proyeksi
Individu yang menggunakan teknik proyeksi ini, biasanya sangat cepat dalam memperlihatkan ciri pribadi individu lain yang tidak dia sukai dan apa yang dia perhatikan itu akan cenderung dibesar-besarkan. Teknik ini mungkin dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan karena dia harus menerima kenyataan akan keburukan dirinya sendiri. Dalam hal ini, represi atau supresi sering kali dipergunakan pula.
   ~ Strategi coping untuk mengatasi stres
          Individu dari semua umur mengalami stres dan mencoba untuk mengatasinya. Karena ketegangan fisik dan emosional yang menyertai stres menimbulkan ketidaknyaman, seseorang menjadi termotivasi untuk melakukan sesuatu untuk mengurangi stres. Hal-hal yang dilakukan bagian dari coping (dalam Jusung, 2006). Menurut Colman (2001) coping adalah proses dimana seseorang mencoba untuk mengatur perbedaan yang diterima antara demands dan resources yang dinilai dalam suatu keadaan yang stressful. Lazarus & Folkman (1986) mendefenisikan coping sebagai segala usaha untuk mengurangi stres, yang merupakan proses pengaturan atau tuntutan (eksternal maupun internal) yang dinilai sebagai beban yang melampaui kemampuan
seseorang. Sarafino (2006) menambahkan bahwa coping adalah proses dimana individu melakukan usaha untuk mengatur (management) situasi yang dipersepsikan adanya kesenjangan antara usaha (demands) dan kemampuan (resources) yang dinilai sebagai penyebab munculnya situasi stres. Menurut Sarafino (2006) usaha coping sangat bervariasi dan tidak selalu dapat membawa pada solusi dari suatu masalah yang menimbulkan situasi stres.
Individu melakukan proses coping terhadap stres melalui proses transaksi dengan lingkungan, secara perilaku dan kognitif.
Fungsi Coping
Proses coping terhadap stres memiliki 2 fungsi utama yang terlihat dari bagaimana gaya menghadapi stres, yaitu :
1. Emotional-Focused Coping
Coping ini bertujuan untuk melakukan kontrol terhadap respon emosional terhadap situasi penyebab stres, baik dalam pendekatan secara behavioral maupun kognitif. Lazarus dan Folkman (1986) mengemukakan bahwa individu cenderung menggunakan Emotional-Focused Coping ketika individu memiliki persepsi bahwa stresor yang ada tidak dapat diubah atau diatasi.
2. Problem-Focused Coping,
Coping ini bertujuan untuk mengurangi dampak dari situasi stres atau memperbesar sumber daya dan usaha untuk menghadapi stres. Lazarus dan Folkman (1986) mengemukakan bahwa individu cenderung menggunakan Problem Focused Coping ketika individu memiliki persepsi bahwa stressor yang ada dapat diubah.
Metode Coping Stress
Lazarus & Folkman (1986) mengidentifikasikan berbagai jenis strategi coping, baik secara problem-focused maupun emotion-focused, antara lain:
1. Planful problem solving yaitu usaha untuk mengubah situasi, dan menggunakan usaha untuk memecahkan masalah.
2. Confrontive coping yaitu menggunakan usaha agresif untuk mengubah situasi, mencari penyebabnya dan mengalami resiko.
3. Seeking social support yaitu menggunakan usaha untuk mencari sumber dukungan informasi, dukungan sosial dan dukungan emosional.
4. Accepting responsibility yaitu mengakui adanya peran diri sendiri dalam masalah
5. Distancing yaitu menggunakan usaha untuk melepaskan dirinya, perhatian lebih kepada hal yang dapat menciptakan suatu pandangan positif.
6. Escape-avoidance yaitu melakukan tingkah laku untuk lepas atau menghindari.
7. Self-control yaitu menggunakan usaha untuk mengatur tindakan dan perasaan diri sendiri.
8. Positive reappraisal yaitu menggunakan usaha untuk menciptakan hal-hal positif dengan memusatkan pada diri sendiri dan juga menyangkut religiusitas.
Faktor – faktor yang mempengaruhi Coping
Menurut Smet (1994) faktor-faktor tersebut adalah:
1. Variabel dalam kondisi individu; mencakup umur, tahap perkembangan, jenis kelamin, temperamen, faktor genetik, intelegensi, pendidikan, suku, kebudayaan, status ekonomi dan kondisi fisik. Handayani (dalam Pamangsah, 2000), dalam skripsi kesarjanaannya menambahkan pula faktor-faktor yang berperan dalam strategi menghadapi masalah, antara lain: konflik dan stres serta jenis pekerjaan.
2. karakteristik kepribadian, mencakup introvert-ekstrovert, stabilitas emosi secara umum, kepribadian “ketabahan” (hardiness), locus of control, kekebalan dan ketahanan.
3. Variabel sosial-kognitif, mencakup: dukungan sosial yang dirasakan, jaringan sosial, kontrol pribadi yang dirasakan.
4. Hubungan dengan lingkungan sosial, dukungan sosial yang diterima, integrasi dalam jaringan sosial.
5. Strategi coping, merupakan cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah dan menyesuaikan diri dengan perubahan dalam situasi yang tidak menyenangkan.

Ø  PENDEKATAN PROBLEM SOLVING TERHADAP STRES
   ~ Penjelasan Pendekatan Problem Solving Terhadap Stres
          Kita mengatasi rasa stress itu dengan cara kita mencari penyebab stress itu sendiri (stressor) setelah kita tau penyebabnya kita harusbisa memilih mana jalan keluar terbaik untuk masalah kita,kalo perlu meminta bantuan orang lain. Misalnya kita baru mengalami putus cinta,lalu kita merasakan stress dan kita pun tau kalau untuk melanjutkan hubungan tersebut tidak mungkin lagi,nah darisitu kita bisa mengambil keputusan kalau memang orang itu bukan yang terbaik untuk kita,apa salahnya kita mencoba dengan orang baru dalam kehidupan kita. Atau tidak kita cerita kepada semua teman-teman kita yang bisa di percaya mungkin itu bisa sedikit menenangkan hati kita dan mengurangi rasa stress kita.

SUMBER :
Lazarus, A. A. (2006). Learning theory and the treatment of depression. Behavior research and therapy, 6, 83-89.
  Atkinson Rita L. dan Hilgard E.R. (1999). Pengantar Psikologi.
Davidoff Linda L. (1991). Psikologi - Suatu Pengantar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar