Selasa, 26 Maret 2013

Tulisan 1


  Konsep Sehat
Konsep sehat dan kesehatan merupakan dua hal yang hampir sama tapi berbeda. Konsep sehat menurut Parkins (1938) adalah suatu keadaan seimbang yang dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh dan berbagai faktor yang berusaha mempengaruhinya. Sementara menurut
(Zaidiali 1999), sehat adalah suatu kondisi seimbang antara status kesehatan biologis, psikologis, sosial dan spiritual yang memungkinkan orang tersebut hidup secara mandiri dan productive. Macam-macam jenis pengertian sehat :
1.      Sehat Mental : suatu kondisi memungkinkan berkembangnya fisik, intelektual, emosional, yang optimal dari seseorang dan perkembangan ini berjalan selaras dengan keadaan orang lain. (UU no 3/1961).
2.      Sehat Sosial : prikehidupan dalam masyarakat dimana prikehidupan ini harus sedemikian rupa sehingga setiap warga negara mempunyaicukup kemampuan untuk memelihara memajukan kehidupan sendiri dan keluarganya dalam masyarakat yang memungkinkannya bekerja, beristirahat serta menikmati hiburan pada waktunya.
3.      Sehat Fisik : Suatu keadaan bentuk fisik dan faalnya tidak mengalami gangguan sehingga memungkinkan berkembangnya mental dan sosial untuk dapat melaksanakan kegiatan sehari – hari dengan optimal.

Konsep sehat secara islam
Nabi Muhammad SAW lewat sunnahnya memberi perhatian yang serius terhadap
kesehatan manusia. Sunnah Nabi menganggap keselamatan dan kesehatan sebagai nikmat Allah yang terbesar yang harus diterima dengan rasa syukur. Firman Allah dalam Al Quran Surah Ibrahim [14]:7
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
Bentuk syukur terhadap nikmat Allah melalui kesehatan ini adalah senantiasa menjaga kesehatan sesuai dengan sunnatullah.
Rasulullah bersabda.“Dua nikmat yang sering tidak diperhatikan oleh kebanyakan
manusia yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas)

konsep
·         Health for all (sehat untuk semua)
·         Back to nature (kembali ke alam).


         Sehat dan sakit adalah dua bagian kehidupan manusia yang saling bertentangan
serta tidak bisa kita hindari, karena keduanya memang merupakan bagian dari sunnatullah yang menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan. Allah menyatakan, "Segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu menyadari kebesaran Allah,( Surah Al-Dzariyat ayat 49).

  Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental
Kesehatan mental ungkapan ini diciptakan oleh W. Swetster di tahun 1843, dan penuh dengan konten yang sebenarnya melalui "pribadi" pengalaman berkumpul oleh ahli asuransi Beers Amerika. Tujuannya adalah untuk memastikan perawatan yang lebih manusiawi dari sakit mental, cara bagaimana tujuannya ini dilakukan dalam konteks yang lebih luas melampaui domain perawatan kesehatan tidak bisa disebut hanya kejiwaan. Tetapi zaman dahulu orang menduga bahwa penyebab penyakit mental adalah setan, roh-roh jahat dan dosa-dosa. Oleh karena itu para penderita penyakit mental dimasukkan dalam penjara-penjara di bawah tanah atau dihukum dan diikat erat-erat dengan rantai besi yang berat dan kuat. Namun, lambat laun ada usaha-usaha melalukan perbaikan dalam mengatasi orng-orang yg mengalami gangguan mental.
Kesehatan mental mulai berkembang sejak perang dunia ke II. Sejak awal perang dunia ke II kesehatan mental bukan lagi suatu istilah yang asing bagi orang – orang. Dalam bidang kesehatan mental kita dapat memahami bahwa gangguan mental itu telah terjadi sejak awal peradaban manusia dan sekaligus telah ada upaya-upaya mengatasinya sejalan dengan peradaban.
Namun seiring jaman yang semakin maju dan perkembangan ilmu pengetahuan Philippe Pinel di Perancis dan William Tuke dari Inggris, mengadakan perbaikan dalam menanggulangi orang-orang yang terganggu mentalnya.
1.      Awal Gerakan Hygiene Mental
     a. Philippe Pinel          : di Perancis
     b. William Tuke           : Inggris
     c. Dorothea Dix           : di Amerika pada abad 19
     d. Clifford Whittungham Beers : 1876-1943 menulis buku dengan Judul : “A mind
                                                             that found itself”
2.        Program Nasional Pencegahan dan penyembuhan penyakit mental
a.    Th 1930. Konggres mental hygine pertama di Washington, D.C.
b.    Th 1940. Presiden AS menandatangani UU. “ the National Mental Health Act “
3.    Organisasi Internasional
a.    WHO           :  Word Health Organization.
b.    UNESCO    : The United Nations Educaition  Al  Scientific and Cultural 
                                       Organization               
c.    WFMH        : Word Federation for Mental Health

 Pendekatan Kesehatan Mental
Pendekatan kesehatan mental ini bertujuan agar paham adanya berbagai pendekatan dalam memandang kesehatan mental:
a.      Orientasi  Klasik
             Orientasi klasik yang umumnya digunakan dalam kedokteran termasuk psikiatri mengartikan sehat sebagai kondisi tanpa keluhan, baik fisik maupun mental. Orang yang sehat adalah orang yang tidak mempunyai keluhan tentang keadaan fisik dan mentalnya. Sehat fisik artinya tidak ada keluhan fisik. Sedang sehat mental artinya tidak ada keluhan mental. Dalam ranah psikologi, pengertian sehat seperti ini banyak menimbulkan masalah ketika kita berurusan dengan orang-orang yang mengalami gangguan jiwa yang gejalanya adalah kehilangan kontak dengan realitas. Orang-orang seperti itu tidak merasa ada keluhan dengan dirinya meski hilang kesadaran dan tak mampu mengurus dirinya secara layak. Pengertian sehat mental dari orientasi klasik kurang memadai untuk digunakan dalam konteks psikologi. Mengatasi kekurangan itu dikembangkan pengertian baru dari kata ‘sehat’. Sehat atau tidaknya seseorang secara mental belakangan ini lebih ditentukan oleh kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Orang yang memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungannya dapat digolongkan sehat mental. Sebaliknya orang yang tidak dapat menyesuaikan diri digolongkan sebagai tidak sehat mental.

b.      Orientasi Penyesuaian Diri
          Dengan menggunakan orientasi penyesuaian diri, pengertian sehat mental tidak dapat dilepaskan dari konteks lingkungan tempat individu hidup. Oleh karena kaitannya dengan standar norma lingkungan terutama norma sosial dan budaya, kita tidak dapat menentukan sehat atau tidaknya mental seseorang dari kondisi kejiwaannya semata. Ukuran sehat mental didasarkan juga pada hubungan antara individu dengan lingkungannya. Seseorang yang dalam masyarakat tertentu digolongkan tidak sehat atau sakit mental bisa jadi dianggap sangat sehat mental dalam masyarakat lain. Artinya batasan sehat atau sakit mental bukan sesuatu yang absolut. Berkaitan dengan relativitas batasan sehat mental, ada gejala lain yang juga perlu dipertimbangkan. Kita sering melihat seseorang yang menampilkan perilaku yang diterima oleh lingkungan pada satu waktu dan menampilkan perilaku yang bertentangan dengan norma lingkungan di waktu lain. Misalnya ia melakukan agresi yang berakibat kerugian fisik pada orang lain pada saat suasana hatinya tidak enak tetapi sangat dermawan pada saat suasana hatinya sedang enak. Dapat dikatakan bahwa orang itu sehat mental pada waktu tertentu dan tidak sehat mental pada waktu lain. Lalu secara keseluruhan bagaimana kita menilainya? Sehatkah mentalnya? Atau sakit? Orang itu tidak dapat dinilai sebagai sehat mental dan tidak sehat mental sekaligus.
          Dengan contoh di atas dapat kita pahami bahwa tidak ada garis yang tegas dan universal yang membedakan orang sehat mental dari orang sakit mental. Oleh karenanya kita tidak dapat begitu saja memberikan cap ‘sehat mental’ atau ‘tidak sehat mental’ pada seseorang. Sehat atau sakit mental bukan dua hal yang secara tegas terpisah. Sehat atau tidak sehat mental berada dalam satu garis dengan derajat yang berbeda. Artinya kita hanya dapat menentukan derajat sehat atau tidaknya seseorang. Dengan kata lain kita hanya bicara soal ‘kesehatan mental’ jika kita berangkat dari pandangan bahwa pada umumnya manusia adalah makhluk sehat mental, atau ‘ketidak-sehatan mental’ jika kita memandang pada umumnya manusia adalah makhluk tidak sehat mental. Berdasarkan orientasi penyesuaian diri, kesehatan mental perlu dipahami sebagai kondisi kepribadian seseorang secara keseluruhan. Penentuan derajat kesehatan mental seseorang bukan hanya berdasarkan jiwanya tetapi juga berkaitan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan seseorang dalam lingkungannya.

c.       Orientasi Pengembangan Potensi
          Seseorang dikatakan mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat  kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan, ia bisa dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri. Dalam psiko-terapi (Perawatan Jiwa) ternyata yang menjadi pengendali utama dalam setiap tindakan dan perbuatan seseorang bukanlah akal pikiran semata-mata, akan tetapi yang lebih penting dan kadang-kadang sangat menentukan adalah perasaan. Telah terbukti bahwa tidak selamanya perasaan tunduk kepada pikiran, bahkan sering terjadi sebaliknya, pikiran tunduk kepada perasaan. Dapat dikatakan bahwa keharmonisan antara pikiran dan perasaanlah yang membuat tindakan seseorang tampak matang dan wajar.
         Sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan Hygiene mental atau kesehatan mental adalah mencegah timbulnya gangguan mental dan gangguan emosi, mengurangi atau menyembuhkan penyakit jiwa serta memajukan jiwa. Menjaga hubungan sosial akan dapat mewujudkan tercapainya tujuan masyarakat membawa kepada tercapainya tujuan-tujuan perseorangan sekaligus. Kita tidak dapat menganggap bahwa kesehatan mental hanya sekedar usaha untuk mencapai kebahagiaan masyarakat, karena kebahagiaan masyarakat itu tidak akan menimbulkan kebahagiaan dan kemampuan individu secara otomatis, kecuali jika kita masukkan dalam pertimbangan kita, kurang bahagia dan kurang menyentuh aspek individu, dengan sendirinya akan mengurangi kebahagiaan dan kemampuan sosial.

Sumber: 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar