Konsep Sehat
Konsep sehat dan kesehatan merupakan dua hal
yang hampir sama tapi berbeda. Konsep sehat menurut Parkins (1938) adalah suatu keadaan seimbang yang
dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh dan berbagai faktor yang berusaha mempengaruhinya.
Sementara menurut
(Zaidiali
1999), sehat adalah suatu
kondisi seimbang antara status kesehatan biologis, psikologis, sosial dan
spiritual yang memungkinkan orang tersebut hidup secara mandiri dan productive.
Macam-macam jenis pengertian sehat :
1. Sehat
Mental
: suatu kondisi memungkinkan berkembangnya fisik, intelektual, emosional, yang
optimal dari seseorang dan perkembangan ini berjalan selaras dengan keadaan
orang lain. (UU
no 3/1961).
2. Sehat
Sosial
: prikehidupan dalam masyarakat dimana prikehidupan ini harus sedemikian rupa
sehingga setiap warga negara mempunyaicukup kemampuan untuk memelihara
memajukan kehidupan sendiri dan keluarganya dalam masyarakat yang
memungkinkannya bekerja, beristirahat serta menikmati hiburan pada waktunya.
3. Sehat
Fisik
: Suatu keadaan bentuk fisik dan faalnya tidak mengalami gangguan sehingga
memungkinkan berkembangnya mental dan sosial untuk dapat melaksanakan kegiatan
sehari – hari dengan optimal.
Konsep sehat secara islam
Nabi Muhammad SAW lewat sunnahnya memberi
perhatian yang serius terhadap
kesehatan manusia. Sunnah Nabi menganggap keselamatan dan
kesehatan sebagai nikmat Allah yang terbesar yang harus diterima dengan rasa
syukur. Firman Allah dalam Al Quran Surah Ibrahim [14]:7
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;
“Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan
jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
Bentuk syukur terhadap nikmat Allah melalui kesehatan ini
adalah senantiasa menjaga kesehatan sesuai dengan sunnatullah.
Rasulullah bersabda.“Dua nikmat yang sering tidak
diperhatikan oleh kebanyakan
manusia yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari yang
diriwayatkan oleh Ibnu Abbas)
konsep
· Health for all (sehat untuk semua)
· Back to nature (kembali ke alam).
· Health for all (sehat untuk semua)
· Back to nature (kembali ke alam).
serta tidak bisa kita hindari, karena keduanya memang
merupakan bagian dari sunnatullah yang menciptakan segala sesuatu
berpasang-pasangan. Allah menyatakan, "Segala sesuatu Kami ciptakan
berpasang-pasangan agar kamu menyadari kebesaran Allah,( Surah Al-Dzariyat ayat
49).
Sejarah Perkembangan Kesehatan Mental
Kesehatan mental ungkapan ini
diciptakan oleh W. Swetster di tahun 1843, dan penuh dengan konten yang
sebenarnya melalui "pribadi" pengalaman berkumpul oleh ahli asuransi
Beers Amerika. Tujuannya adalah untuk memastikan perawatan yang lebih manusiawi
dari sakit mental, cara bagaimana tujuannya ini dilakukan dalam konteks yang
lebih luas melampaui domain perawatan kesehatan tidak bisa disebut hanya
kejiwaan. Tetapi zaman dahulu orang
menduga bahwa penyebab penyakit mental adalah setan, roh-roh jahat dan
dosa-dosa. Oleh karena itu para penderita penyakit mental dimasukkan dalam
penjara-penjara di bawah tanah atau dihukum dan diikat erat-erat dengan rantai
besi yang berat dan kuat. Namun, lambat laun ada usaha-usaha melalukan
perbaikan dalam mengatasi orng-orang yg mengalami gangguan mental.
Kesehatan
mental mulai berkembang sejak perang dunia ke II. Sejak awal perang dunia ke II
kesehatan mental bukan lagi suatu istilah yang asing bagi orang – orang. Dalam
bidang kesehatan mental kita dapat memahami bahwa gangguan mental itu telah
terjadi sejak awal peradaban manusia dan sekaligus telah ada upaya-upaya
mengatasinya sejalan dengan peradaban.
Namun seiring
jaman yang semakin maju dan perkembangan ilmu pengetahuan Philippe Pinel di
Perancis dan William Tuke dari Inggris, mengadakan perbaikan dalam
menanggulangi orang-orang yang terganggu mentalnya.
1. Awal Gerakan Hygiene
Mental
a.
Philippe Pinel : di Perancis
b.
William Tuke : Inggris
c.
Dorothea Dix : di Amerika pada
abad 19
d.
Clifford Whittungham Beers : 1876-1943 menulis buku dengan Judul : “A mind
that found
itself”
2.
Program Nasional Pencegahan dan penyembuhan penyakit mental
a.
Th 1930. Konggres mental hygine pertama di Washington, D.C.
b.
Th 1940. Presiden AS menandatangani UU. “ the National Mental Health Act “
3. Organisasi Internasional
a.
WHO : Word Health Organization.
b.
UNESCO : The United Nations Educaition Al Scientific and Cultural
Organization
c.
WFMH : Word Federation for
Mental Health
Pendekatan Kesehatan Mental
Pendekatan kesehatan mental ini bertujuan agar paham adanya berbagai pendekatan dalam memandang
kesehatan mental:
a.
Orientasi Klasik
Orientasi
klasik yang umumnya digunakan dalam kedokteran termasuk psikiatri mengartikan
sehat sebagai kondisi tanpa keluhan, baik fisik maupun mental. Orang yang sehat
adalah orang yang tidak mempunyai keluhan tentang keadaan fisik dan mentalnya.
Sehat fisik artinya tidak ada keluhan fisik. Sedang sehat mental artinya tidak
ada keluhan mental. Dalam ranah psikologi, pengertian sehat seperti ini banyak
menimbulkan masalah ketika kita berurusan dengan orang-orang yang mengalami
gangguan jiwa yang gejalanya adalah kehilangan kontak dengan realitas.
Orang-orang seperti itu tidak merasa ada keluhan dengan dirinya meski hilang
kesadaran dan tak mampu mengurus dirinya secara layak. Pengertian sehat mental
dari orientasi klasik kurang memadai untuk digunakan dalam konteks psikologi.
Mengatasi kekurangan itu dikembangkan pengertian baru dari kata ‘sehat’. Sehat
atau tidaknya seseorang secara mental belakangan ini lebih ditentukan oleh
kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Orang yang memiliki kemampuan
menyesuaikan diri dengan lingkungannya dapat digolongkan sehat mental.
Sebaliknya orang yang tidak dapat menyesuaikan diri digolongkan sebagai tidak
sehat mental.
b.
Orientasi Penyesuaian Diri
Dengan menggunakan orientasi penyesuaian diri,
pengertian sehat mental tidak dapat dilepaskan dari konteks lingkungan tempat
individu hidup. Oleh karena kaitannya dengan standar norma lingkungan terutama
norma sosial dan budaya, kita tidak dapat menentukan sehat atau tidaknya mental
seseorang dari kondisi kejiwaannya semata. Ukuran sehat mental didasarkan juga
pada hubungan antara individu dengan lingkungannya. Seseorang yang dalam
masyarakat tertentu digolongkan tidak sehat atau sakit mental bisa jadi
dianggap sangat sehat mental dalam masyarakat lain. Artinya batasan sehat atau
sakit mental bukan sesuatu yang absolut. Berkaitan dengan relativitas batasan
sehat mental, ada gejala lain yang juga perlu dipertimbangkan. Kita sering
melihat seseorang yang menampilkan perilaku yang diterima oleh lingkungan pada
satu waktu dan menampilkan perilaku yang bertentangan dengan norma lingkungan
di waktu lain. Misalnya ia melakukan agresi yang berakibat kerugian fisik pada
orang lain pada saat suasana hatinya tidak enak tetapi sangat dermawan pada
saat suasana hatinya sedang enak. Dapat dikatakan bahwa orang itu sehat mental
pada waktu tertentu dan tidak sehat mental pada waktu lain. Lalu secara
keseluruhan bagaimana kita menilainya? Sehatkah mentalnya? Atau sakit? Orang
itu tidak dapat dinilai sebagai sehat mental dan tidak sehat mental sekaligus.
Dengan contoh di atas dapat
kita pahami bahwa tidak ada garis yang tegas dan universal yang membedakan
orang sehat mental dari orang sakit mental. Oleh karenanya kita tidak dapat
begitu saja memberikan cap ‘sehat mental’ atau ‘tidak sehat mental’ pada
seseorang. Sehat atau sakit mental bukan dua hal yang secara tegas terpisah.
Sehat atau tidak sehat mental berada dalam satu garis dengan derajat yang
berbeda. Artinya kita hanya dapat menentukan derajat sehat atau tidaknya
seseorang. Dengan kata lain kita hanya bicara soal ‘kesehatan mental’ jika kita
berangkat dari pandangan bahwa pada umumnya manusia adalah makhluk sehat
mental, atau ‘ketidak-sehatan mental’ jika kita memandang pada umumnya manusia
adalah makhluk tidak sehat mental. Berdasarkan orientasi penyesuaian diri,
kesehatan mental perlu dipahami sebagai kondisi kepribadian seseorang secara
keseluruhan. Penentuan derajat kesehatan mental seseorang bukan hanya
berdasarkan jiwanya tetapi juga berkaitan dengan proses pertumbuhan dan perkembangan
seseorang dalam lingkungannya.
c.
Orientasi Pengembangan Potensi
Seseorang dikatakan
mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat kesempatan untuk
mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan, ia bisa dihargai oleh orang
lain dan dirinya sendiri. Dalam psiko-terapi (Perawatan Jiwa) ternyata yang
menjadi pengendali utama dalam setiap tindakan dan perbuatan seseorang bukanlah
akal pikiran semata-mata, akan tetapi yang lebih penting dan kadang-kadang
sangat menentukan adalah perasaan. Telah terbukti bahwa tidak selamanya
perasaan tunduk kepada pikiran, bahkan sering terjadi sebaliknya, pikiran
tunduk kepada perasaan. Dapat dikatakan bahwa keharmonisan antara pikiran dan
perasaanlah yang membuat tindakan seseorang tampak matang dan wajar.
Sehingga dapat
dikatakan bahwa tujuan Hygiene mental atau kesehatan mental adalah mencegah
timbulnya gangguan mental dan gangguan emosi, mengurangi atau menyembuhkan
penyakit jiwa serta memajukan jiwa. Menjaga hubungan sosial akan dapat
mewujudkan tercapainya tujuan masyarakat membawa kepada tercapainya
tujuan-tujuan perseorangan sekaligus. Kita tidak dapat menganggap bahwa
kesehatan mental hanya sekedar usaha untuk mencapai kebahagiaan masyarakat,
karena kebahagiaan masyarakat itu tidak akan menimbulkan kebahagiaan dan
kemampuan individu secara otomatis, kecuali jika kita masukkan dalam
pertimbangan kita, kurang bahagia dan kurang menyentuh aspek individu, dengan
sendirinya akan mengurangi kebahagiaan dan kemampuan sosial.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar